Bertemu Santriwati yang Ingin ke Suriah Gabung ISIS (Bagian 1)

Other

by Eka Setiawan

Oleh: Febri Ramdani

Awal bulan Agustus tahun 2018, aku berkesempatan pergi ke Kota Bandung, menetap di sana sekira 3 minggu. Aku diajak salah satu rekanku dari Peace Generation, sebuah Non Goverment Organization (NGO) yang concern di isu perdamaian. Kami di sana untuk mengerjakan sebuah proyek.

Tiba di Bandung, sehari kemudian aku bertemu dengan CEO Peace Generation, Irfan Amalee. Kami berbincang banyak tentang proyek yang akan dikerjakan. Pembicaraan mengarah ke hal lain, Kang Irfan bilang kalau akan pergi ke salah satu pesantren di Garut. Aku diajak juga ke sana.

Ini salah satunya, karena aku ketika dulu sempat ke Suriah, mengapa ke sana, apa yang terjadi di sana, ada cerita cukup erat dengan apa yang terjadi di pesantren itu.

Sebabnya, ada salah satu santri di pesantren di sana yang terindikasi ingin pergi ke Suriah untuk bergabung kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria). Kang Irfan menjelaskan sekilas saja, dan insya Allah akan dijelaskan lebih detil saat kami sudah berada di pesantren itu nanti, berjumpa dengan para guru di sana.

Esok harinya, aku dan beberapa orang dari Peace Generation berangkat ke lokasi. Menggunakan mobil, perjalanan ditempuh sekira 2 jam.  Sepanjang perjalanan kami mengobrol apa saja, terutama isu-isu terorisme di Indonesia maupun dunia. Perjalanan makin menyenangkan.

Alhamduillah, saat Dzuhur kami sudah tiba di lokasi. Mobil diparkir, kami langsung menuju masjid untuk salat. Selepas itu, barulah kami menemui beberapa  guru di pesantren itu, di sebuah tempat di komplek ponpes. Sambutannya hangat plus disuguhi makanan dan minuman lezat. Sekali lagi alhamdulillah.

Bujuk Rayu Dari Paman

Obrolan dimulai. Para guru bercerita kenapa ada muridnya yang semangat untuk pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Murid itu adalah seorang perempuan, masih duduk di bangku Tsanawiyah (SMP). Dia dapat informasi tentang ISIS dari pamannya yang sudah berada di Suriah.

Menurut para guru, pamannya itu bercerita kepada si santriwati ini, bahwa di Suriah di wilayah ISIS itu semuanya baik. Kebutuhan sehari-hari dipenuhi, bekerja ataupun tidak tetap akan mendapat tunjangan dari pihak ISIS. Tata kota dan sistem pemerintahannya sudah sangat memadai.

Dan yang paling penting, sudah sesuai dengan syariat Islam. Pokoknya rakyat hidup dengan sejahtera!

Mendengar hal itu, aku geleng-geleng kepala! Huffttt!! Masih aja sih menyampaikan berita-berita bohong seperti itu!

Aku itu sudah pernah ke sana. Lihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Cerita-cerita yang mengatakan semuanya baik, ideal, hidup sejahtera itu semuanya bohong. Sangat bertolakbelakang dengan apa yang dipropagandakan di media.

Di sana yang ada perang! Laki-laki diwajibkan berperang, tidak boleh hanya jadi warga biasa.

Sementara perempuan, jihadnya adalah menikah. Banyak perempuan yang masih berstatus lajang di sana diminta untuk segera menikah.

Bahkan saking “gilanya” para kombatan di sana, mereka sempat menanyakan kapankah anak gadisnya (salah satu sanak keluargaku) mulai (maaf) menstruasi. Dia minta dikabari agar bisa segera dinikahkan. Such a pedophile!

Itu unek-unek yang ada dalam hatiku ketika mendengar propaganda ISIS.

Para guru yang berbincang dengan kami, juga menceritakan ada perubahan sikap dari santriwati itu, ketika mendengar propaganda ISIS dari pamannya.

Anak itu jadi asosial, tidak mau bergaul dengan teman-temannya. Bahkan dengan orang tuanya sendiri, dia hanya sering diam.

Waktu pelajaran di kelas, dia seringkali menutup telinganya saat guru menjelaskan materi pelajaran.

Dia menganggap di pesantren tersebut tidak menjalankan sistem yang sesuai dengan syariat Islam yang sesungguhnya. Dengan kata lain, menjalankan sistem/kurikulum kafir...

(bersambung)

Komentar

Tulis Komentar