Menilik Pesan Damai di Gong Perdamaian Ambon

Other

by Eka Setiawan

Menapaki Kota Ambon, Provinsi Maluku, pada pekan lalu, rasanya tak lengkap kalau tak berkunjung ke Monumen Gong Perdamaian Dunia.

Kalau dari Bandara Internasional Pattimura Ambon, untuk mencapainya tak sampai 1 jam perjalanan darat, selepas menyeberangai Jembatan Merah Putih yang merentang di atas Teluk Ambon.

Monumen itu terletak di pusat kota Ambon, dekat kantor pemerintahan provinsi. Bangunannya berupa gong besar berdiameter sekira 2 meter, untuk mencapainya harus menaiki beberapa anak tangga. Tiket masuknya dipatok Rp5000 per orang.

Sampai di monumen, terlihat berbagai bendera negara ada di gong tersebut. Termasuk simbol-simbol agama yang beraneka ragam. Di atasnya ada simbol 5 sila Pancasila, dari Ketuhanan sampai Keadilan Sosial.

Ambon memang pernah konflik, itu terjadi sekira tahun 1999 hingga 2000an. Orang-orang terbunuh, terluka, kota lumpuh, keadaan tidak kondusif yang menyebabkan perekonomian juga ikut lumpuh.

Konflik itu menyebabkan kerugian besar. Warga jadi saling curiga, kaum pendatang ketakutan. Tak ada lagi bebas aktivitas saat konflik meletus.

Seperti yang dikatakan Ibrahim,45, warga lokal yang saya temui dalam perjalan di Ambon itu.

“Saat konflik, tidak ada seperti sekarang, ramai di jalan, lalu lintas ramai, pada aktivitas,” kata Rahim, sapaan akrabnya.

Dia tahu betul insiden itu betul-betul merugikan.

“Makanya ada gong ini, jadi sudah damai semua, tidak usah lagi konflik, hanya membuat saling merugikan saja,” lanjut Rahim yang saat itu ikut berfoto di Gong Perdamaian Dunia.

Gong itu diresmikan pada November 2009 oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Gong itu adalah penanda, sebagai pengingat, dan seruan agar tak ada lagi perang, konflik SARA, terorisme dan kerusakan-kerusakan lain.

“Kitorang basudara toh! Semua bersaudara, tidak usah perang-perang, ribut-ribut,” pekik Rahim.

 

Komentar

Tulis Komentar