Dua minggu setelah saya berada di rumah, saya menerima kunjungan Bapak Kapolres Tuban beserta rombongannya. Turut hadir mendampingi ada rombongan ikhwan-ikhwan dari Yayasan Lingkar Perdamaian Lamongan yang dipimpin oleh Pak Ali Fauzi “Manzi”.
Kunjungan Kapolres itu tentu saja melibatkan banyak anggota kepolisian yang hadir di rumah kami. Ada tim pendahulu dari SAT-Intelkam Polres Tuban dan Polsek setempat. Ada tim dari Sabhara dan juga dari SAT-Lantas Polsek. Masih ditambah lagi dengan kehadiran Kapolsek Setempat dan satu Kapolsek dari kecamatan sebelah yang ikut hadir menyambut kedatangan Kapolres.
Rumah kami mendadak ramai seperti sedang menyelenggrakan acara besar. Banyaknya anggota polisi yang hadir baik yang berseragam maupun tidak, ditambah mobil yang berjejer di halaman dan tepi jalan di depan rumah membuat rumah kami menarik perhatian para pengguna jalan.
Bapak AKBP Sutrisno HR selaku Kapolres Tuban pada pertemuan dan dialog itu menyampaikan bahwa kedatangannya adalah dalam rangka silaturahmi dan perkenalan dengan jajarannya di daerah sekaligus melakukan giat pembinaan terhadap eks napiter. Kebetulan beliau pada saat itu memang baru kurang lebih sebulan bertugas di Polres Tuban.
Selain itu, kunjungan itu juga merupakan salah satu strategi beliau dalam menjaga dan membina eks napiter. Beliau berharap, dengan adanya kunjungan beliau beserta jajarannya itu masyarakat akan mempunyai persepsi bahwa saya telah berubah dan dapat diterima dengan baik oleh aparat negara. Hal itu dinilainya penting untuk mengembalikan nama baik dan kepercayaan diri seorang eks napiter ketika kembali ke masyarakat.
Pada pertemuan itu beliau juga menanyakan apa rencana saya ke depan terkait usaha ekonomi maupun kegiatan sosial kemasyarakatan. Saat itu saya menjawab untuk usaha ekonomi saya mungkin akan mengembangkan ternak burung Murai Batu milik bapak saya. Sedangkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan saya hanya ingin kembali menjadi diri saya yang senang membantu orang lain. Artinya saya membuka diri kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan saya, apa pun itu asalkan bisa saya lakukan akan saya bantu dengan senang hati. Karena di dalam penjara pun saya bisa terus teguh karena bisa membantu orang lain.
Sebelum berpamitan, Bapak Kapolres menyampaikan bahwa beliau siap membantu terkait keinginan saya itu dan meminta saya agar jika sudah ada yang perlu dibantu harap menghadap beliau di ruang kerjanya. Namun harus ada pemberitahuan sebelumnya agar diatur oleh protokoler mengingat tugas beliau yang cukup padat. Untuk itu beliau kemudian bertukar nomor HP dengan saya.
Setelah acara itu bubar, para tetangga dan masyarakat sekitar jadi pada heboh membicarakan hal itu. Mereka kemudian bertanya kepada saya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saya lalu menjelaskan dengan singkat bahwa ketika saya merantau bekerja di Jakarta, partner kerja saya terlibat kasus terorisme dan saya dianggap membantunya. Jadi saya pun ikut ditangkap dan diadili.
Para tetangga langsung memaklumi dan tidak banyak tanya lagi. Bagi mereka yang penting saya telah kembali dengan selamat dan selama ini keluarga saya juga tidak pernah menimbulkan masalah di kampung. Mereka bahkan tidak menyangka kalau saya lama tidak pulang adalah karena dipenjara. Mereka pikir karena saking sibuknya mengurus bisnis. (Ini salah satu keuntungan saya tidak ditangkap di rumah, saya ditangkap di Jakarta)
Memang sejak usia SMP saya sudah merantau untuk belajar sampai dengan menikah dan bekerja semuanya di perantauan sehingga jarang ada di rumah. Hanya berkunjung sesekali. Jadi para tetangga itu biasanya hanya akan ingat saya kalau pas lebaran doang.
“Eh Arif kok nggak pulang Bu/Mbak/Pak ?”, begitu pertanyaan mereka kepada keluarga pas lebaran. Selebihnya mereka akan melupakan saya karena sejak kecil sudah biasa di perantauan.
Bahkan mereka juga kemudian melupakan bahwa saya adalah eks napiter. Mereka baru ingat ketika ada aksi terorisme yang menghebohkan terjadi seperti pada kasus rusuh di Mako Brimob dan rangkaian bom di Surabaya beberapa waktu yang lalu.
Pada waktu terjadi rangkaian teror dari Rutan Mako Brimob yang berlanjut dengan rangkaian bom di Surabaya, para tetangga lalu ramai menanyai saya tentang Rutan Mako Brimob dan apa pendapat saya tentang aksi-aksi itu. Sampai kurang lebih sepekan saya setiap ketemu dengan orang-orang masih ditanyai tentang hal itu.
Saya pun menjawab dan menjelaskannya dengan senang hati. Karena dengan begitu saya telah membantu mereka agar lebih memahami tentang radikalisme dan terorisme sekaligus memberitahukan kepada mereka tentang sikap dan pemikiran saya saat ini.