Beberapa waktu lalu, kelompok bernama Mujahidin Indonesia Timur kembali menggemparkan Poso. Kontak senjata pun terpaksa terjadi antara pihak republik dengan MIT yang menurut informasi merupakan pendukung Islamic State atau yang dikenal sebagai ISIS. Kalau bahas Poso, pasti yang teringat Kerusuhan Poso. Kalau google aja, pasti yang paling atas itu “Kerusuhan Poso” setelah profil kota. Emang Kerusuhan Poso apaan sih?
Pada 1998, kelompok-kelompok pemuda di Poso saling membunuh satu sama lain dan meletuskan kerusuhan besar di pusat Kota Poso atas nama agama. Kemudian, Pemerintah RI melakukan perundingan ulak –alik atas usulan Jusuf Kalla yang saat itu menjadi Menteri Kesejahteraan Rakyat. JK berhasil mencetuskan Deklarasi Malino pada tahun 2002 setelah lebih dari 1.000 orang tewas dan ratusan lainnya hilang. Wikipedia mengkategorikan kerusuhan sejak 1998-2001 menjadi tiga babak. Tapi bagi orang Poso ya satu babak yang gak selesai-selesai selama beberapa tahun itu.

Namun banyak pihak yang tak puas akan hasil Deklarasi Malino. Aih, terjadi lagi konflik (lagi-lagi) atas nama agama. Menurut para pelaku, Kerusuhan Poso (jilid sekian) kali ini melibatkan banyak pihak dari luar Poso seperti Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara atas nama solidaritas se-agama pada tahun 2004-2009. Operasi Tinombala mulai dilakukan deh buat mengamankan situasi. Tapi menurut para saksi hidup alias pemuda-pemuda Poso, kerusuhan setelah 2004 ini lebih parah dari sebelumnya. Rumah-rumah dibakar cuy, belum lagi pembunuhan makin sadis sampai banyak penduduk yang harus mengungsi dan terpaksa meninggalkan semua harta bendanya. Tahun 2008-2009, konflik mulai mereda dengan ditangkapnya puluhan orang yang terlibat dalam kejadian ini.