Petugas Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap Harry Kuncoro (41) saat akan bepergian ke luar negeri melalui Bandara Internasional Soekarno – Hatta, Tangerang, Provinsi Banten. Tersangka yang merupakan warga Klaten adalah adik dari Dulmatin, warga Pemalang yang jadi salah satu gembong Bom Bali I, sekaligus sempat jadi buronan Filipina, Amerika Serikat dan Australa. Tersangka Harry Kuncoro adalah residivis.
Tersangka ditangkap saat akan terbang ke Iran menggunakan pesawat Oman Air pada Kamis 3 Januari 2019. Ketika ditangkap tersangka ini menggunakan identitas palsu dengan nama Wahyu Nugroho. Penangkapan dibantu petugas imigrasi bandara setempat.
“Setelah ditangkap kemudian dilakukan pemeriksaan dan ditahan mulai 23 Januari 2019 di Lapas Gunung Sindur,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Div Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo melalui siaran pers yang diterima ruangobrol.id, Senin (11/2/2019).
Tersangka ini diduga hendak bergabung ISIS di Suriah via Iran. Dia akan menunggu instruksi selanjutnya dari jaringan besar yang ada di Suriah.
Terkait identitas, selain punya nama palsu Wahyu Nugroho, tersangka juga punya nama panggilan Uceng. Nama Wahyu Nugroho itu tertera di KTP dan paspor yang datanya dipalsukan. Tersangka Harry Kuncoro ini punya alamat tinggal di Jalan Sersan Sadikin 45 RT001/RW007, Kelurahan Gunung, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Dedi mengemukakan, berdasar pemeriksaan petugas, tersangka Harry Kuncoro ini memasukkan data palsu ke dalam dokumen resmi atau akta autentik KTP untuk membuat paspor yang akan digunakan untuk pergi ke luar negeri. Dia diduga kuat akan bergabung dengan kelompok terorisme di luar negeri.
Tersangka ini mengetahui dan terlibat dalam rencana aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok Jemaah Anshorut Daulah (JAD) Yogyakarta sekira bulan Juli tahun 2018.
Dia juga menerima dana dari anggota kelompok teroris internasional ISIS di Suriah. Pengirimnya bernama M. Syaifudin alias Abu Walid yang saat ini dikabarkan sudah tewas dalam konflik di Suriah. Abu Walid dikenal sebagai eksekutor alias algojo ISIS yang kerap mengeksekusi tawanan dengan sadis.
Diketahui, sekitar tahun 2015, ketika masih ditahan di Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Harry berkomunikasi dengan Abu Walid yang posisinya sudah di Suriah bergabung ISIS. Ketika itu, Harry divonis 6 tahun penjara di PN Jakarta Barat pada 15 Maret 2012, sebabnya dia menyembunyikan Dulmatin serta terlibat dalam distribusi senjata dan amunisi untuk kelompok Dulmatin di wilayah Jateng. Pada Maret 2016 dia bebas murrni dari Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap.
Tersangka ini juga berkomunikasi sejak tahun 2015 dengan DPO terorisme Bahrunaim.
“Tersangka dijerat pasal berlapis,” lanjutnya.
Pasal-pasal yang menjerat tersangka ini, mulai dari Pasal 12 a ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perubahan Perppu nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yakni bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah NKRI atau negara lain, merencanakan, menggerakkan atau mengorganisasikan tindak pidana terorisme dengan orang lain yang berada di dalam negeri dan atau di luar negeri atau negara asing.
Tersangka dijerat Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perubahan Perppu Nomor 1 Tahun 2002, yaitu bermaksud melakukan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan atau pembantuan untuk menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Tersangka juga dijerat Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perubahan Perppu Nomor 1 Tahun 2002, yaitu dengan sengaja memberikan bantuan dan kemudahan dengan cara menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.
Selain itu, tersangka dijerat Pasal 263 KUHP yakni membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.