Siang itu, terik matahari terasa menyengat tepat di atas kepala. Jam menunjukkan pukul 11.30 WIB. Ini adalah perjalanan menuju rumah Arif Budi Setiawan, seorang mantan narapidana kasus terorisme asal bumi para wali, Tuban, Jawa Timur.
Sebelumnya, saya memang berencana untuk berkunjung ke kediaman Arif di Tuban. Dengan kendaraan bus umum jurusan Surabaya – Semarang, melalui seluler ia mengarahkan agar nanti turun di pertigaan Bulu – Jatirogo, Tuban.
Setibanya disana, rupanya Arif sudah tiba terlebih dahulu dan menunggu saya di sebuah masjid yang terletak persis di simpang jalan pertigaan Desa Bulu. Ia datang dengan menggunakan sepeda motor.
Perjalanan pun dilanjutkan dengan menggunakan motor. Sejak awal, saya sempat berpikir bahwa jarak yang akan kami tempuh tidak terlampau jauh. Rupanya prediksi saya salah.
Perjalanan menuju Jatirogo, tempat kediaman Arif dari lokasi turun di pertigaan Bulu membutuhkan waktu kurang lebih 50 menit dengan sepeda motor.
Tadinya, saya berencana ingin mengajak teman berkunjung ke rumah Arif. Beruntung tidak jadi, sebab jika iya tentu akan sangat merepotkan karena tidak ada kendaraan umum yang bisa mengantar kecuali dengan ojek yang tentunya harganya juga relatif mahal.
Sepanjang perjalanan, hamparan sawah nan hijau nampak terbentang luas di kanan kiri yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat Jatirogo, Tuban, tempat dimana Arif berasal.
Namun beberapa tahun belakangan, terdapat beberapa titik di sepanjang Bulu – Jatirogo yang sudah mulai dibangun kawasan pertambangan pasir bauksit. Truk-truk tambang pengangkut pasir pun nampak hilir mudik di sepanjang jalan.
Menurut cerita Arif, banyak lahan di kawasan Bulu – Jatirogo yang sudah dikuasai oleh pihak korporasi. Eksplorasi tambang yang menyalahi aturan alam ini terasa berdampak langsung pada kondisi geografis sekitar. Kondisi lingkungan yang rusak, termasuk jalanan yang berlubang disana-sini dan berdebu, serta potensi tanah longsor akibat galian tambang, menjadi ancaman serius bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang kawasan.
Kondisi jalanan yang berlubang tersebut, rupanya berdampak bagi kami juga. Di tengah perjalanan, ban sepeda motor yang kami tumpangi kempes akibat tak sengaja melewati sebuah lubang.
Beruntung, saat ban kempes, laju motor dalam kondisi sedang. Sebab jika tidak, kami berdua bisa saja terjungkal dari atas motor ke lantai aspal. Dan terpaksa pula kami harus menuntun sepeda motor tersebut untuk mencari bengkel vulkanisir terdekat.
Setengah jam berikutnya, kami melanjutkan perjalanan kembali. Waktu menunjukkan pukul 12.15 siang, maka kami memutuskan untuk mampir di sebuah masjid yang terletak di bahu jalan untuk melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah.
Teriknya panas Jatirogo, memaksa kami untuk berteduh di sebuah warung makan sembari melepas dahaga dan mengisi perut yang mulai keroncongan sebelum akhirnya kami melanjutkan kembali menuju rumah.
Kunjungan saya ke kediaman Arif Budi Setiawan di Jatirogo, Tuban, Jawa Timur ini tidak lain adalah sebagai bentuk silaturahmi, sekaligus untuk memenuhi rasa ingin tahu saya tentang pribadi Arif lebih dalam, termasuk keluarganya.
Bersambung….