Episode kali ini adalah episode selingan yang ringan tapi penting karena pada episode selanjutnya saya akan bercerita tentang keseharian saya di penjara berikut suka duka dan pelajaran yang saya dapat di dalamnya. Saya perlu menjelaskan tentang idealisme saya dalam kehidupan sehari-hari agar Anda bisa lebih mudah memahami kisah-kisah kehidupan sehari-hari saya nanti.
Sebenarnya saya agak bingung menentukan apa saja yang akan saya ceritakan di episode ini mengingat begitu banyak ragam warna kehidupan yang telah saya lewati. Tetapi akhirnya saya memutuskan akan menceritakan hal-hal yang menjadi pokok pangkal dari semua aktivitas saya sehari-hari yang sebenarnya tidak berubah dari dulu sampai sekarang.
Sedari dulu kriteria sukses dalam hidup saya tetap tidak berubah, dan saya berusaha terus mempertahankannya sebagai sebuah idealisme. Yang berubah dan bergerak secara dinamis adalah proses yang saya lalui di mana pada beberapa bagian saya melakukan beberapa kesalahan yang membuat saya harus melakukan beberapa revisi.
Pada intinya kriteria sukses atau cita-cita saya sebagai muslim hanyalah ingin menjadi pribadi yang sholeh dan bermanfaat bagi sesama. Baik sebagai seorang anak, seorang suami, seorang ayah, dan sebagai bagian dari ummat. Di manapun saya berada saya selalu berusaha menepati idealisme saya tersebut. Bahkan di penjara pun saya masih berusaha menepatinya. Bagaimana saya melakukannya di penjara ? Nanti akan saya ceritakan.
Semenjak saya sekolah di SMK saya telah menetapkan dua jalan hidup yang akan saya lalui, yaitu : Pertama, untuk menjadi pribadi yang sholeh saya harus menjadi pengusaha muslim yang bisa mendanai ‘kewajiban’ saya sebagai anak yang berbakti, sebagai suami dan ayah yang membahagiakan istri dan anak-anak, dan mendanai aktivitas perjuangan menjayakan Islam.
Kedua, untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama saya harus banyak bergaul dan membantu orang lain.
Inilah dua jalan utama yang selalu saya lakukan dari dulu, meskipun harus sempat tersendat karena ada kesalahan dalam bergaul dan membantu orang lain. Ya, karena pergaulan akhirnya saya membantu banyak orang untuk mencoba menghidupkan jihad di Indonesia yang kemudian membawa saya ke penjara.
Mengapa saya memilih menjadi pengusaha dan tidak terinspirasi oleh ayah saya yang menjadi pegawai negeri ? Alasan utama adalah : Dalam mengelola sebuah usaha akan ada lebih banyak lapangan amal seperti sabar,syukur,menghargai orang lain, lebih banyak tantangan, dll. Selain itu dengan memiliki usaha saya bisa lebih bebas menentukan aktivitas saya.
Saya mulai belajar berwirausaha sejak kelas 2 SMK yaitu berjualan buku milik seorang teman yang awalnya berjualan buku tapi kemudian mendapatkan pekerjaan lain yang lebih bagus. Saya berjualan di sekitar masjid yang menyelenggarakan pengajian umum setiap hari Ahad pagi. Di situlah saya merasakan beberapa keindahan dalam berniaga. Ada transaksi, ada tawar menawar, ada senyuman pelanggan, ada tolong menolong sesama pedagang, ada kepuasan, dan kejutan-kejutan yang membuat bahagia. Itulah awal saya mengenal dunia wirausaha sampai terakhir sebelum saya tertangkap saya memiliki sebuah usaha penjualan roti yang ingin kembali saya tekuni lagi saat ini.
Idealisme bahwa saya harus menjadi anak yang berbakti, menjadi suami dan ayah yang baik, dan tetap bisa bermanfaat bagi ummat pada saat yang sama adalah yang membuat saya bisa seperti saat ini. Saya menganggap semuanya sama pentingnya.
Jika misalnya saya menganggap memperjuangkan ummat adalah yang terpenting mungkin kawan-kawan jihadis saya sudah sukses membuat saya menjadi pelaku amaliyah. Mungkin keluarga saya akan terlantar dan orang tua saya akan bersedih melihat keadaan saya. Tapi hal ini juga membuat keterlibatan saya dalam dunia eksperimen jihad menjadi banyak meskipun perannya tak terlalu dalam.
Idealisme itu pulalah yang membuat saya bisa menjalani masa hukuman dengan baik, karena saya selalu berusaha menjadi bermanfaat bagi sesama dan berusaha tegar agar keluarga di rumah tidak mengkhawatirkan saya. Idealisme itu pulalah yang membuat saya terus bekerja dan berkarya hingga saat ini. Idealisme itu pulalah yang membuat saya bisa menuliskan kisah ini.
Satu-satunya kesalahan saya dalam merealisasikan idealisme itu adalah memilih jalan ‘eksperimen jihad’ dalam mewujudkan nilai ‘bermanfaat bagi ummat’ yang pada akhirnya justru membawa saya semakin jauh dari ummat. Tapi banyak pelajaran yang saya dapat dari kesalahan itu yang akhirnya membuat saya menyadari bahwa agar dapat bermanfaat bagi ummat saya harus berjuang bersama ummat dan bahwa jihad itu tidak bisa dipaksakan pada kondisi yang tidak tepat.