Soal Nama, Tak Sekedar Identitas Belaka

Other

by Kharis Hadirin

Seorang penulis dan sastrawan terkemuka Inggris, William Shakespeare, pernahmengungkapkan, "What's in a name?That which we call a rose by any other name would smell as sweet." (Apalah arti sebuah nama? Andaikatakamu memberikan nama lain untukbunga mawar, ia tetap akan berbau wangi).


Mungkin bagiShakespeare, nama hanyalah sebatas sebutan saja. Nama apapun takkan mengubahwujud dan zat suatu massa menjadi bentuk yang berbeda. Lalu, benarkah demikianadanya? Tentu saja TIDAK, Ferguso. Ini sama halnya lelucon, ‘apalah arti sebuah nama, kalau cuma inisial’.


Soal nama, jangan gegabah. Begitulah agamamengajarkan. Tatkala Allah hendak memutuskan untuk menjadikan seorang khalifahdi muka bumi, nama menjadi soal utama. Malaikat pun tunduk pada kekuatan nama.


Nama adalah kemuliaan. Dan, Adammenjadi mulia juga karena menguasai nama-nama. Nama adalah ilmu pengetahuan. Bahkanyang utama, sebelum seluruh kekuatan ilmu manusia menguasai bumi.


Tidak hanya mahluk-Nya, Allah pun punyanama, asma’ul husna, yang takterhingga jumlahnya. Rasulullah SAW juga demikian. Al-Jazuli dalam kitabnya Dalail Khoirot menyebut bahwa jumlahnama Nabi Muhammad ada 200-an. Sementaramenurut Ibnu Dahiyyah dalam kitabnya Al-Mustawfa fi Asmail Mustofa terdapat sekitar 300 nama indah yang disandangnya.


Oleh karena itu, Rasulullahmenghargai kepada setiap orang tua yang menamai anak keturunannya dengannama-nama yang indah. Tentunya Rasul juga tak akan cinta kepada orang yangmelecehkan nama.


Dan atas alasan keindahan ini pulalah,menjadi lazim di kalangan kelompok jihadis untuk mengganti-ganti nama. Ataukalau perlu, harus memiliki banyak nama dengan tetap menjaga identitas lamanya.Selain alasan keamanan, juga anggapan karena nama aslinya jauh dari kesannuansa religius dan kurang indah didengar telinga.


Misalnyasaja Ali Hamka, pimpinan kelompok ISIS wilayah Indramayu, Jawa Barat yang ditangkap oleh tim Densus 88 pada Jum’at, 15Januari 2015 ini. Selain nama tersebut, ia juga  memiliki panggilan lainnya, Ali alias AbuIbrahim alias Abu Musa Ibnu Khaldun alias Sigit alias Rifki alias Sugeng aliasBondan alias Royyan alias Sularno.


Lalu Tuwah Febriwansyah (alm.),pendiri sekaligus mantan redaktur media Al-Mustqbal, yang merubahnya menjadiMuhammad Fachry.


Ada juga Machmudi Hariono, ManagerMawaddah Trans Sewa Mobil sekaligus pengelolah Restoran Dapoer Bistik Solo ini,juga turut mengubah namanya menjadi Yusuf Adirima.


Rupanya, kebiasaanganti-mengganti nama bukanlah persoalan jamak yang hanya terjadi di  kelompok jihadis saja. Di kalangan pondokpesantren pun hal demikian sudah menjadi barang lumrah.


Jika anda berkesempatanberkunjung ke pondok pesantren dan menemukan santri atau seorang guru dengannama yang agak ‘ganjil’ dan tidak umum, bisa dipastikan itu adalah hasilmodifikasi.


Misalnya, seorang guruyang tadinya bernama Bram, mengganti namanya menjadi Abu Mujahid Al-Afghany. Dimaksudkanagar mampu memiliki semangat jihad kelompok militan di Afghnanistan. AtauSuhariyanto, yang diubahnya menjadi Syamil Basayef. Dengan harapan bisa memilikijiwa setangguh panglima perang prajurit Kaukasian tersebut dalam melawanpasukan beruang merah, Rusia.


Umumnya, nama-nama yangdigunakan diambil dari potongan ayat Al-Qur’an, para nabi, sahabat Nabi, paraulama dahulu, pejuang, atau nama-nama yang berasal dari Bahasa Arab.


Bagi mereka, apa susahnya menggantinama yang lebih indah jika sebelumnya tak nyaring untuk didengar. Toh, namaadalah do’a dan harapan. Jika do’a adalah kebaikan, maka nama menjadi cerminanharapan.


Namun ironisnya,terkadang keinginan tak selalunya sejalan seiring dengan kenyataan.


Jika umumnya orangberusaha mempercantik namanya agar enak didengar. Berbeda halnya dengan orangyang sudah baik namanya, justru malah tak baik panggilanya dan tak elok untuk didengar.


Misalkan saja, YusufAdirima. Nama indah bukan sembarang, elok nan menawan. Sekedar mencari nama inisaja, dibutuhkan perenungan yang dalam. Jika perlu sholat Istikharah, meminta petunjuk kemantapan hati pada Yang Kuasasebelum namanya siap rilis di pasaran. Dan pada saat nama Yusuf Adirima mulai beredar,orang-orang justru memanggilnya Ucup. Kan keterlaluan!


Lalu siapa yang patutdisalahkan? Ya jelas Pak Ucup. Kenapa dia rela dipanggil namanya demikian.


Padahal nama Yusuf itumenyiratkan ketampanan. Lihat saja Nabi Yusuf alaihi salam, keindahan parasnya mampu merampas cinta banyak perempuan.Sungguh tak terbayangkan jika seandainya Nabi Yusuf yang rupawan, justru olehumatnya dipanggil Ucup. Tentu sirnalah ketampanannya.


Beruntung, masyarakatArab tidaklah senonoh seperti halnya orang Indonesia. Sehingga nama agung paranabi tetap terjaga dan terpelihara hingga sekarang.


Link foto:



Komentar

Tulis Komentar