Sedari awal aksi pengeboman di Bali dan seterusnya itu memang bukanlah kebijakan resmi dari Jamaah Islamiyah, tetapi para pelakunya memang mayoritas adalah para kader JI yang didukung oleh para simpatisannya. Sehingga sedari awal juga sudah ada pro dan kontra terhadap aksi-aksi itu, meskipun mayoritas para kader JI bisa mengerti dan menerima argumen dari ijtihad para pelaku itu. Itulah mengapa pada setiap waktu ada pemakaman jenazah para pelaku amaliyah itu, banyak kader dan simpatisan JI yang hadir meskipun di antara mereka ada yang tidak sepakat dengan ijtihad itu.
Di kemudian hari mayoritas para tokoh, kader dan simpatisan JI –sejauh yang saya ketahui- menyadari kesalahan ‘ijtihad’ itu setelah melihat dampak yang terjadi. Sehingga pada perkembangannya yang terakhir hari ini para kader JI itu berdakwah mengikuti perkembangan zaman dan mencoba membaur serta bekerjasama dengan seluruh komponen ummat. Mereka mulai menyadari bahwa mereka tidak bisa berjuang ‘sendirian’. Mereka butuh berkolaborasi dengan kelompok lain.
Saya mendapatkan bukti-bukti yang memperkuat adanya perubahan dalam gerakan dakwah pada pesantren-pesantren JI, pada lembaga-lembaga dakwah mereka, dll yang cenderung mulai berkompromi dengan keadaan. Dan akhirnya saya pun mengikuti arus ini setelah sekian lama berpetualang dalam eksperimen jihad, karena saya menyadari kemampuan saya dan kondisi kaum muslimin secara umum.
Tetapi hal ini menurut para kader dan simpatisan JI yang masih fanatik dengan ‘ijtihad revolusioner’ Ustadz Mukhlas dkk adalah merupakan kemunduran. Era jihad sudah dimulai kok malah surut. Begitu pikir orang-orang ini termasuk saya pada waktu itu.
Para kader JI yang menganggap era jihad sudah dimulai itu lalu mulai mencari-cari cara agar jihad masih bisa terus berlangsung di negeri ini dalam bentuk dan format yang baru, yang berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kelompok Ustadz Mukhlas dkk yang berakhir dengan terbunuhnya Noordin M Top dan beberapa kawannya terkait aksi pengeboman di JW Marriot-Ritz Carlton 2009.
Kelompok ini –para kader JI yang menganggap era jihad telah dimulai- lalu mulai berbagai terobosan baru. Dan inilah awal periode kedua dari rangkaian eksperimen jihad di Indonesia.
Di dunia online, mereka mulai aktif mengajarkan ‘ilmu terlarang’ di forum jihadi kepada orang-orang di dalam forum. ‘Ilmu terlarang’ itu meliputi ilmu-ilmu kemiliteran termasuk field engineering (mengolah bahan peledak) dan artikel-artikel yang menyemangati orang agar melazimi jalan jihad. (Mengenai pergerakan online ini, silahkan membaca selengkapnya di buku “Internetistan,Tempat Jihad Zaman Now” yang in sya Allah akan terbit sebentar lagi).
Mereka yang bergerak di ranah online ini berpendapat bahwa melanjutkan era jihad yang telah dimulai itu adalah dengan mulai mengajarkan ilmu seputar jihad kepada ummat.
Di dunia offline mereka mulai merintis pelatihan fisik yang melibatkan sebanyak mungkin peserta yang kemudian terwujud dengan adanya pelatihan di Jantho Aceh. Proyek pelatihan Aceh yang sedemikian besar itu bertujuan untuk menyiapkan kader-kader yang siap melanjutkan eksperimen jihad di masa yang akan datang. Setidak-tidaknya mereka ingin menunaikan kewajiban ‘i’dad’ (melakukan persiapan untuk jihad) yang banyak ditinggalkan oleh kaum muslimin, sekaligus menyalurkan semangat dan potensi para pemuda perindu jihad di negeri ini.
Namun tak disangka, proyek besar itu terungkap dengan ‘mudah’ oleh aparat keamanan, sehingga harus berakhir lebih awal sebelum menghasilkan kader-kader yang mereka inginkan. Terungkapnya proyek besar itu menjadi sebuah pukulan yang sangat telak bagi kelompok yang menganggap era jihad telah dimulai.
Bagaimana tidak ? Para pengurus tandhim jahr (organisasi yang terlihat di permukaan) dalam hal ini JAT (Jamaah Ansharut Tauhid, yang merupakan versi on ground dari Jamaah Islamiyah yang uderground) banyak yang ikut ditangkap karena dianggap mengetahui dan mendanai pelatihan itu. Sampai-sampai Ustadz Abu Bakar Ba’asyir pun termasuk yang ditangkap dan dituduh merestui serta mendanai pelatihan itu. Ini benar-benar pukulan yang sangat telak.
Sampai di sini pergeseran pola eksperimen jihad yang telah terjadi adalah : dari aksi menyerang Amerika dan sekutunya berubah menjadi memobilisasi para kader untuk membekali diri dengan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk berjihad di masa depan, dengan harapan di masa depan ada operasi-operasi jihad yang baru atau setidaknya akan memiliki kader-kader baru yang siap berjihad dengan metode yang lebih baik.
Bersambung, In sya Allah