MY JOURNEY : Dinamika Eksperimen Jihad di Indonesia (2)
Pertama kali saya menyadari bahwa banyak orang yang bersimpati pada ‘eksperimen jihad’ yang dilakukan oleh Imam Samudra dkk adalah tatkala saya mulai mengenal mailing list di internet, di mana di dalamnya terdapat banyak member dan selalu ramai dikunjungi.
Di dalamnya ada update berita dari dalam penjara yang merupakan oleh-oleh dari besukan ikhwan yang ikut besuk bersama keluarga para narapidana, dan juga update berita tentang perkembangan seputar penangkapan terduga teroris versi ikhwan. Oleh-oleh dari penjara itu bisa berupa pesan atau sebuah tulisan tangan yang kemudian diketik ke dalam format digital,lalu dikirim ke mailing list tersebut. Tulisan tangan itu sendiri bisa merupakan buah pikiran sendiri ataupun hasil terjemahan dari kitab berbahasa Arab.
Saya kemudian menemukan hal yang sama ketika mulai aktif di mIRC. Bahkan di mIRC saya bisa live chat dan berdiskusi langsung dengan sesama para simpatisan ‘eksperimen jihad’. Dan jika beruntung bahkan bisa live chat dengan Imam Samudra.
Saya semakin merasa bahwa para simpatisan ‘eksperimen jihad’ itu sangat besar jumlahnya adalah tatkala ikut hadir di pemakaman Ustadz Mukhlas dan Pak Amrozy, dan semakin mantap lagi setelah berhasil memetakan potensi dari para aktivis jihadi baik yang offline maupun online.
Hingga kemudian saya berani menyimpulkan bahwa banyak orang yang ingin melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh Imam Samudra dkk. Hal ini kemudian terbukti dengan munculnya beberapa kelompok yang mencoba melanjutkan ‘eksperimen jihad’ itu, termasuk kelompok Sang Tamu yang saya ikut terlibat di dalamnya.
Dalam membaca dinamika yang terjadi pada kelompok-kelompok yang melakukan ‘eksperimen jihad’ di Indonesia sejak Bom Bali yang pertama sampai peristiwa rangkaian serangan teror para ‘anshar daulah’, saya membaginya menjadi tiga periode.
Periode pertama adalah periode 2002-2009 yang dimulai sejak bom Bali yang pertama (12-10-2002) dan berakhir pada bom JW Marriot-Ritz Carlton (17-07-2009), di mana para pelakunya adalah mayoritas para kader JI yang pernah berinteraksi langsung atau punya hubungan hirarki dengan para sesepuh JI.
Periode kedua adalah periode 2010-2014 yang dimulai sejak Pelatihan Jantho Aceh (awal 2010) dan berakhir di era Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso. Pada periode ini pulalah terjadi persinggungan antara para kader JI dengan generasi yang sama sekali tak terkait dengan JI. Inilah periode yang paling banyak mengalami dinamika karena semakin berkembang cepat seiring perkembangan yang terjadi di dunia jihad internasional yang didukung dengan penggunaan internet yang semakin masif. Dan saya termasuk pelaku yang bermain di periode ini.
Periode ketiga adalah periode 2015 sampai dengan hari ini, yaitu yang dimulai sejak dideklarasikannya ‘khilafah versi ISIS’ yang kemudian disambut gegap gempita oleh segenap pendukungnya di Indonesia. Para pendukungnya itu kemudian melakukan kampanye tentang kehebatan ISIS secara masif melalui media sosial dan website ataupun blog-blog yang mereka miliki.
Di kemudian hari para pendukung ISIS ini lalu ingin menunjukkan eksistensi mereka kepada para pendukung ISIS di seluruh dunia dengan melakukan aksi serangan teror terhadap pihak-pihak yang telah difatwakan oleh para petinggi ISIS boleh menjadi target serangan ( sejauh ini yang jadi sasaran baru aparat polisi, dan tempat ibadah umat beragama lain).
Kesimpulan sederhana yang bisa langsung didapatkan dari tiga periode itu adalah bahwa : Aksi yang dilakukan dari periode ke periode semakin banyak tetapi hasilnya dan arahnya semakin tidak jelas.
Pertanyaannya adalah : Mengapa bisa begitu dan bagaimana sebenarnya dinamika yang terjadi di dalam kelompok-kelompok pelaku ‘eksperimen jihad’ selama itu ?
Saya akan mencoba menjawabnya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman saya berinteraksi dengan para pelaku aksi-aksi tersebut.
(Bersambung, In sya Allah)