ANAK SEMARANG DAMAI: Semaikan Perdamaian dan Toleransi Sejak Dini

Other

by Eka Setiawan

Selasa (11/9/2018) bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriah, sebanyak 40 anak lintas agama di Kota Semarang belajar tentang adat dan kepercayaan orang Tionghoa di Klenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, Kota Semarang.

Mereka belajar memahami keberagaman. Anak-anak itu datang dari berbagai latar belakang, ada pemeluk Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, Tridharma (Samkao) dan penghayat. Sekolah asal mereka juga berbeda-beda, termasuk ada 3 anak yang menjalani pendidikan berbasis keluarga alias homeschooling.

Kegiatan ini adalah awal dari program Anak Semarang Damai (Semai) yang digagas EIN Institute, Ikatan Karya Hidup Rohani Antar Religius (IKHRAR) Rayon Semarang dan Persaudaraan Lintas Agama (Pelita). Mereka membawa motto: Semaikan Cinta dalam Keberagaman. Kegiatan ini sengaja digelar untuk memupus prasangka dan stereotip negatif sejak dini.

Semai sengaja dirancang untuk menjadi kesempatan anak-anak Semarang belajar tentang berbagai komunitas religius yang dianggap minoritas. Saat kegiatan, setiap anak peserta kegiatan itu berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda latar belakang agamanya, termasuk dikenalkan pengetahuan baru. Anak diajak berpikiran terbuka, tanpa harus kehilangan akar keyakinannya sendiri.

Ketua IKHRAR Rayon Semarang, Heri Irianto, menyebut saat ini ada kebutuhan besar untuk mengkampanyekan toleransi dan cinta kasih di tengah perbedaan.

“Kalau anak-anak biasa saling menghargai perbedaan, tentu nanti setelah dewasa akan jadi orang yang toleran dan damai,” kata Heri.

Direktur Eksekutif EIN Institute, Ellen Nugroho, menyebut pihaknya ingin menyempurnakan kegiatan belajar pluralisme yang selama ini ada. Bukan hanya mengunjungi tempat-tempat ibadah, datang, melihat-lihat lalu pulang. Pihaknya ingin memberikan dampak yang lebih dalam kepada para peserta.

“Untuk itu, di setiap sesi kunjungan, kami selalu dahului dengan riset. Supaya kami tahu persis prasangka dan diskriminasi apa yang biasa diterima komunitas religius yang akan kami kunjungi. Lalu kami susun modul, pesan-pesan apa yang harus tersampaikan ke anak-anak agar mereka tidak menyimpan prasangka dan sikap diskriminatif itu,” jelasnya.

Pemilihan Klenteng Tay Kak Sie sendiri disebabkan karena sudah lama eksis di Semarang. Etnis Tionghoa juga banyak sekali kiprahnya mewarnai seni budaya kota ini. Seperti Lunpia Semarang, Gambang Semarang, Warak Ngendok, semuanya mengandung unsur Tionghoa.

“Tapi masih banyak orang belum kenal adat kepercayaan Tionghoa. Tuduhan bahwa klenteng itu rumah setan, awas ada patung bermuka hitam di situ, masih jamak di pikiran masyarakat. Nah, di Semai ini, kita ajak anak berpikiran terbuka, supaya mereka tahu, oh ternyata bagus ya arti simbol-simbol klenteng itu, banyak ya pelajaran kebajikan dari klenteng,” lanjutnya.

Sementara itu, Koordinator Persaudaraan Lintas Agama, Setyawan Buddy, mengatakan panitia yang terlibat di dalam Tim Semai ini juga lintas agama, termasuk berangkat dari kelompok-kelompok religius yang dianggap minoritas oleh masyarakat.

“Jadi bukan hanya jadi ajang belajar bagi peserta, tapi juga panitia. Semai ini juga jadi jejaring untuk mempererat kerjasama antarkomunitas religus,” tambahnya.

Pihaknya, sebut Setyawan Buddy, berharap agar Semarang yang sudah bagus hidup toleransinya ke depan akan semakin erat dan damai. Tidak mudah diguncang provokasi, tidak mudah dihasut ujaran kebencian.

Saat kegiatan, anak-anak itu tampak senang. Mereka dilatih dengan kerja kelompok, diskusi reflektif dan tentu saja belajar sambil bermain. Beberapa kegiatan di antaranya; secara kelompok mencocokkan gambar yang dibagikan dengan yang ada di klenteng, ada pula yang bergantian maju untuk membaca cerita para dewa.

 

 

FOTO EKA SETIAWAN

Kegiatan Anak Semarang Damai digelar di Klenteng Tay Kak Sie Kota Semarang, Selasa (11/9/2018).

Komentar

Tulis Komentar