Satu Indonesia

Other

by Eka Setiawan

 

Mengapa harus tunggu bencana

Baru kita percaya kebesaran Tuhan

Mengapa harus tunggu bencana

Tentara datang untuk kemanusiaan

Mengapa nggak setiap hari berbuat seperti ini

Mengapa harus tunggu bencana

Kita rela sisihkan harta untuk sesama

... (Slank – Solidaritas – Album Slankkissme 2005)

 

Bela sungkawa sedalam-dalamnya atas musibah gempa bumi yang menimpa saudara-saudara kita di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan di Bali, Indonesia.

Hingga Selasa (7/8/2018) siang, musibah gempa bumi yang terjadi Minggu (5/8/2018) pukul 18.46 WIB itu menimbulkan korban 105 orang meninggal dunia, terinci; 78 orang dari Kabupaten Lombok Utara, 16 orang di Kabupaten Lombok Barat, 4 orang di Kota Mataram, 3 orang Kabupaten Lombok Timur, 2 Kabupaten Lombok Tengah dan 2 korban meninggal di Kota Denpasar.

Gempa juga menimbulkan 236 orang luka-luka (belum semuanya terdata), ribuan rumah rusak, ribuan warga mengungsi. Kabupaten Lombok Utara menjadi daerah terparah dampak gempa. Data itu diterima ruangobrol.id dari Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, melalui siaran persnya.

Minggu (29/7/2018) sebelumnya, gempa juga mengguncang Lombok. Kekuatannya 6,4 SR. Kejadian ini juga menimbulkan korban jiwa, luka dan material. Saudara-saudara kita di Lombok kembali diguncang gempa sepekan kemudian.

Beberapa gempa susulan juga masih terjadi, ratusan kali dengan kekuatan lebih kecil. Ini menimbulkan kepanikan luar biasa.

Kawan saya, namanya Rama, seorang musisi di Bali, pada Senin (6/8/2018) jam 23.14 WIB, menelpon.

“Ka, barusan terjadi gempa lagi. Ngeri banget. Aku karo anak bojoku mlayu ngarepan omah, sing halamane luas. (Aku sama anak istriku lari ke depan rumah, yang halamannya luas),” begitu kawan saya bercerita lewat telepon di tengah kepanikan.

Dia asli Semarang, yang merantau di Bali, mengadu nasib jadi musisi di sana. Dia tinggal di sekitaran Badung, Bali. Dia bercerita, belakangan orang-orang jadi panik. Setidaknya sepengetahuan dia. Banyak yang tidak berani tidur di rumah karena takut gempa susulan terjadi, tertimpa reruntuhan. Banyak orang memilih tidur di luar rumah, baik di halaman maupun di jalan-jalan.  

Selasa siang tadi, saya juga mendapat kabar dari ibu via WhatsApp. Pakde saya, alias kakak dari ibu, juga terkena dampak gempa. Pakde tinggal di Tanjung, Lombok Utara. Rumahnya hancur.

Pakde mengirim pesan yang isinya rumah-rumah di Tanjung pada hancur, hampir satu kabupaten. Pakde dan keluarga tidur depan reruntuhan rumah, di halaman. Sebagian tetangga ditampung di posko pengungsian.

Mendengar kabar duka bertubi-tubi, tentu saja tak mengenakkan hati. Musibah bisa datang kapan saja, menimpa siapa saja.

Tapi di sisi lain, kabar duka juga membuat saya sedikit tersenyum. Sebab apa, ketika itulah saya melihat Indonesia yang sebenarnya. Indonesia yang tolong-menolong.

Saat itu, setidaknya semua bergerak. Rasa senasib sepenanggungan, rasa solidaritas persaudaraan, muncul. Semua berusaha mengirimkan bantuan, semampu masing-masing.

Tak hanya dari pemerintah, penggalangan bantuan juga dilakukan masyarakat sipil. Warga biasa. Mulai orang per orang, musisi, klub-klub otomotif, kampus-kampus, lembaga swadaya masyarakat (LSM), komunitas guru dan masih banyak lagi. Setidaknya itu yang saya tahu, dari informasi-informasi yang masuk ke telepon seluler saya.

Mereka mengirim bantuan, baik materi berupa uang, obat-obatan hingga pakaian. Beberapa juga mengirimkan relawannya ke sana, untuk sama-sama terjun membantu sesama. Saya yakin kemanusiaan yang menggerakkan mereka.

Karena bencana kita jadi Indonesia? mudah-mudahan tidak begitu saja. Sepatutnya, ada bencana atau tidak, kita tetaplah satu bangsa. Indonesia yang tolong-menolong, ramah, yang punya solidaritas tinggi.  Lebih dari itu semua, kita sama-sama manusia. Yang mengedepankan solidaritas, bukan rivalitas.

Semoga...

 

SUMBER FOTO: BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB)

Masjid runtuh. Salah satu dampak gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar