Oleh Eka Setiawan
Pernah lihat burung merpati? Burung yang punya berjuta filosofi. Merpati Salah satunya; sejauh apapun pergi, setinggi apapun terbang, merpati selalu tahu jalan pulang menemukan pasangan dan rumahnya.
Burung jinak itu tak sekadar fauna. Merpati punya berjuta makna. Bersandingkan dengan daun zaitun, merpati juga jadi simbol perdamaian.
Saya melihat perlombaan merpati di pinggiran sawah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Minggu (25/3/2018) sore. Seratusan orang berkerumun, beberapa di antaranya memakai kaus bergambar burung itu.
Dari tempat becek sehabis hujan, terdengar riuh rendah orang-orang di sana. Sebagian dari mereka membawa burung merpati lengkap dengan sangkarnya yang dimodifikasi laiknya tas ransel. Sebagian lain hanya menonton sembari bertepuk tangan.
Menonton sekilas, saya melihat merpati itu terbang tinggi setelah dilepaskan dari tempat cukup jauh oleh panitia, lalu si empunya alias peserta lomba berdiri membawa merpati pasangannya di sebuah petak yang sudah disiapkan.
Petak itu dikelilingi empat buah batang bambu yang dipasang memancang. Masing-masing bambu dihubungkan dengan tali. Itu adalah tempat di mana merpati yang dilombakan akan mendarat menuju pasangannya. Pasangan yang dibawa peserta lomba.
Dari ketinggian, terlihat merpati menukik kencang menuju pasangannya. Laiknya pesawat tempur yang menukik bermanuver di angkasa mencari sasaran. Orang-orang pun bertepuk tangan.
Merpati ini mengingatkan saya yang kebetulan sedang mendapat tugas untuk masuk dalam tim pembuatan film berjudul Pengantin. Film ini digarap Prasasti Production Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP).
Sekilas, film ini bercerita tentang Buruh Migran Indonesia (BMI). Ada tiga tokoh dalam film ini. Dua pertama adalah; Ika Puspitasari asal Purworejo, Jawa Tengah dan Dian Yulia Novi asal Cirebon, Jawa Barat. Mereka adalah BMI yang terjerat pusaran terorisme.
Lewat media sosial Facebook, mereka direkrut oleh para radikal ISIS yang ada di Indonesia. Bahkan, mereka pun akhirnya menikah secara online. Alih-alih mendapat teman hidup, dua BMI ini justru tercuci otak hingga terjerumus pada tindakan terorisme. Keduanya, pasca ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, kini dipenjara. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, tentunya sesuai hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Karakter ketiga pada film Pengantin ini bernama Fatmawati Mizani, BMI asal Kendal, Jawa Tengah, yang kini bekerja di Hongkong. Alamat lengkapnya di Desa Lanji RT05/RW02, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Sama seperti Dian dan Ika, secara histori, Fatma tergolong anak yang lahir di tengah keterbatasan ekonomi keluarga. Keterbatasan ekonomi itulah yang akhirnya ‘memaksa’ Fatma tak bisa bersekolah tinggi.
Fatmawati Mizani, kerap dipanggil Zani atau Fatma. Ibunya bernama Muslikhatun. Fatma punya 5 saudara. Muslikhah menikah 2 kali, pertama dengan Asrori yang meninggal sekira 20 tahun lalu dikaruniai 2 anak; Aslikhatun dan Faturrokhman. Suami ke 2 Muslikhah bernama H. Muhammad Fuadi Hartono, yang juga meninggal karena sakit jantung sekira 9 tahun lalu.
Dari pernikahan Muslikhah dan M. Fuadi ini, dikaruniai 3 putri; Fenti Masdarini, Fatmawati Mizani dan Fajari Maghfiroh. Muslikhah ini tercatat pula sempat bekerja di luar negeri, di negara-negara Arab. Paling lama di Dubai, 11 tahun.
Aslikhatun, kakak tiri Fatma, sudah meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Suaminya juga meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Waktu dan lokasinya berbeda.
Soal pendidikan, Fatma hanya bersekolah formal sampai tamat SMP. Sekolahnya di SMP N 2 Patebon, Kendal. Kalau dari rumahnya, ke arah utara, tak sampai 1 km.
“Zani atau Fatma ini orang yang nurut. Waktu kecil, kalau pulang sekolah langsung belanja sayur, masak sendiri. Ya masak sayur bening. Pakai sepeda ke warungnya,” tutur Muslikhah kepada ruangobrol.id.
Muslikhah tak tahu terlalu banyak soal perkembangan Fatma, anaknya. Sebab diakui, ketika Fatma masih SD, Muslikhah memutuskan bekerja di luar negeri. Di Desa Lanji Kendal, memang cukup banyak warganya yang bekerja di luar negeri menjadi asisten rumah tangga.
“Banyak orang sini kerja di luar negeri, istilahnya jadi pembantu,” lanjutnya.
Iming-iming gaji besar jadi salah satu pemicu kenapa banyak dari mereka memutuskan bekerja jauh dari kampung halaman. Meski, beragam risiko bisa saja menghadang. Misalnya; kasus penyiksaan oleh majikan.
Soal ini, Fatma pernah mengalaminya. Itu ketika dia bekerja di Singapura. Majikannya orang India. Namun Fatma tak mau menyerah. Dia tetap berjuang demi memperbaiki nasib diri dan keluarga.
Sampai pada akhirnya jalan hidup mengantarkannya bekerja di Hongkong. Fatma mengaku gajinya cukup tinggi. Hampir Rp8juta per bulan.
Berangkat dari situ, Fatma mulai bangkit. Dia hidup prihatin, rutin mengirim uang ke kampung halaman untuk membantu ibu dan sekolah beberapa saudaranya.
Sama seperti Dian dan Ika, Fatma juga gemar memainkan media sosial. Dia punya akun Facebook. Tapi berbeda dengan Dian dan Ika, Fatma memanfaatkan Facebook untuk berjualan online. Ini juga yang jadi ladang rezeki bagi Fatma.
Dibantu adiknya, Fatma punya bisnis jasa pengiriman luar negeri. Dinamai Palugada Express. Usahanya dijalankan di kampung halamannya. Mekanismenya, beberapa pesanan barang dikirim ke tempat tinggal Fatma, dikumpulkan untuk selanjutnya dikirim ke luar negeri.
Barang-barang itu adalah pesanan teman-teman Fatma sesama BMI di luar negeri. Barang yang biasa dikirimkan beragam. Mulai dari kosmetika, ikan asin hingga jengkol atau panganan lain.
“Dari usaha ini, saya bisa beli kulkas, sofa. Keuntungannya ditabung sedikit demi sedikit, ya untuk isi-isi rumah,” kata Fatma melalui sambungan telepon.
Fatma memang sudah punya rumah sendiri, hasil keringatnya bekerja jadi BMI.
Lewat aktivitasnya bermedia sosial pula, Fatma menemukan pujaan hati. Namanya Wawan, tetangga desa Fatma. Sehari-hari, Wawan mengelola bisnis pembuatan bahan tripleks yang modalnya dari Fatma. Mereka berkolaborasi menjemput rezeki.


Tanggal 28 Maret ini, Fatma akan pulang ke Indonesia. Pesawatnya dijadwalkan mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang pukul 15.20 WIB. Ini adalah kepulangannya setelah sekira 4 tahun lalu kembali berangkat bekerja di Hongkong.
Kepulangannya ini istimewa bagi Fatma. Sebab, rencana pernikahan dengan Wawan si pujaan hati, sudah dimatangkan. Mereka akan menikah pada Kamis 5 April 2018 nanti.
Ya, Fatma layaknya merpati. Sejauh apapun terbang, pasti menemukan jalan pulang, jalan kembali menemukan pujaan hati.